Persiapan
Dalam rangka perjalanan jarak jauh menggunakan sepeda, terdapat beberapa hal yang saya siapkan (existing condition) yaitu;
1. Izin
Perwujudan dari sebuah restu serta doa sangat saya perlukan bagi kesiapan mental saat berada dijalanan dengan segala macam tanntangannya. Kebetulan, orang tua serta istri dan anak menyetujuinya.
2. Route
Perencanaan kali ini saya rumuskan bahwa ke berangkatan akan menempuh jalur Selatan pada tanggal 31 Desember 2008 dan kembali pulang melalui jalur Utara pada tanggal 3 Januari 2009.
3. Sepeda
Kesempatan kali pertama ini saya menggunakan sepeda jenis Cross Country yang menggunakan ban on road, Sprocket Mega Range 8 Speed, Sadel lebar. Sebelum digunakan selama perjalanan jarak jauh, saya menyempatkan diri untuk meservis, memperbaikinya agar nyaman digunakan terutama pada penyetelan system perubahan gear dan system pengereman sepeda.
4. Peralatan & Perlengkapan
Untuk menunjang perjalanan jarak jauh sangat diperlukan peralatan serta perlengkapan tambahan. Berikut ini yang saya bawa; Ransel 25 Kg 2 buah, Lampu malam hari, Pakaian selama bersepeda, pakaian ganti, ban dalam cadangan, alat tambal ban, jagang segitiga, Rain Coat, Cover Bag danPlastik penutup barang bawaan, matras, parang tebas, makanan dan minuman sebagai suplemen, Kamera+MP3+Handphone integrated, obat-obatan, alat tulis serta uang secukupnya.
Selasa 30 Desember 2008
Pekerjaan akhir tahun memang menyita waktu, tenaga serta pikiran. Sebelumnya sudah saya usahakan untuk dilembur hingga malam dan menggunakan hari libur untuk mengerjakan beberapa tanggung jawab. Pada pukul 20.00 WIB baru saya meluncur pulang kerumah dan bertemu dengan pengendara sepeda yang tinggal di Delta Sari bernama Om Irwan sempat ngobrol di depan stasiun Waru. Mendekati rumah saya langsung masuk tempat potong rambut untuk menggundul kepala seperti tradisinya Cak Paimo saat akan melakukan perjalanan jarak jauh dengan sepeda kayuh. Senyampang ingat, saya membeli baterai dan karet pengikat barang di toko listrik kemudian menuju rumah untuk mempacking barang bawaan. Lepas pukul 00.00 WIB baru saya dapat memejamkan mata setelah mendapatkan kepastian bahwa esok hari akan di lepas oleh beberapa rekan pekerja bersepeda di Surabaya pada pukul 08.00 WIB bertemu di Aloha.
Namun sayangnya karena semangatnya, saya hanya menggunakan sedikit waktu untuk beristirahat tidur malam karena menyempatkan diri untuk “bercinta” dengan Istri tersayang.
Rabu, 31 Desember 2008
Bangun pada pukul 04.30 WIB untuk sedikit membantu tugas-tugas istri dirumah serta merampungkan packing sepeda. Karena banyak hal yang tidak semestinya dipikirkan maka pagi itu saya tidak sempat untuk sekedar sarapan pagi.
Pukul 07.00 WIB saya meluncur menuju SPBU Aloha dimana beberapa rekan pekerja bersepeda telah menunggu untuk ikut mengantarkan saya sekedar melepas keberangkatan. Perjalanan dari rumah menuju tempat bertemu dengan teman-teman mengalami gangguan ketika air mineral botolan yang dibawa berulang kali terjatuh karena diletakkan disela matras yang kosong.
Pukul 07.30 WIB saya bertemu rekan-rekan yang akan ikut melepas saya, sayangnya saya juga harus ikut menunggu rekan yang belum dating untuk ikut. Setelah semua berkumpul, kami memulai perjalanan dari Aloha sebagai titik nol Kilometer pada pukul 07.55 WIB melewati Gedangan – Buduran – Alun-alun Sidoarjo sebagai tempat pelepasan adalah jalur percabangan arah luar kota di jalan Gajah Mada Sidoarjo.
Kesempatan ini, Om Haho melanjutkan perjalanan dengan saya melalui Candi – Tanggulangin – Porong – Jabon – Beji Pasuruan. Pukul 09.30 WIB saya bersama Om Haho tiba di depan R.M. Rawon Pasuruan dan mulailah perjalanan sendirian saya menuju Banyuwangi.
Perjalanan mulai terasa panas oleh terik matahari ketika saya memasuki Kecamatan Rembang setelah melalui Bangil. Selama perjalanan saya tidak mengalami hambatan berarti karena kontur jalan yang didominasi dataran lurus dengan sesekali tanjakan kecil diantara Rembang – Grati. Sempat berhenti untuk membeli es buah rumput laut disekitaran Terminal baru Pasuruan seharga Rp. 2.500. Memasuki Grati dipinggiran jalan banyak terdapat pepohonan besar yang meneduhi perjalanan dan penjual Durian. Tiba di
Saat mempersiapkan diri untuk melanjutkan perjalanan, tiba-tiba pesan singkat masuk dari Om Hudha personil Group Sepeda Santai Leces bahwa Leces hujan deras disertai angina kencang. Kembali saya membongkar barang bawaan untuk menyediakan Rain Coat. Pada akhirnya, pukul 16.45 WIB saya baru meluncur menuju Leces melalui ketapang – Terminal Probolinggo – Dringgu – Leces.
Sempat mampir ke sebuah supermarket di Leces untuk membeli air mineral yang ternyata hilang dalam perjalanan dan 3 batang coklat sekaligus memberi khabar kepada rekan-rekan GSS Leces. Di halte depan pabrik kertas Leces saya bertemu dengan Om Arif sekitar pukul 17.50 WIB kemudian disusul Om Hudha yang kemudian mengajak saya menuju kediaman Om Arif hingga pukul 19.30 WIB untuk melanjutkan perjalanan melalui Tegalsiwalan – Ranuyoso – Klakah yang tiada henti kontur jalannya menanjak serta selalu dilalui oleh kendaraan bermotor besar sejenis Bus, Truk Gandeng dan Tronton. Disinilah saya melatih kesabaran berhadapan dengan jalan menanjak serta kendaraan bermotor besar yang hamper sering kali menyerempet sepeda yang saya kayuh.
Begitu banyak pesan singkat berbunyi namun tidak saya buka karena kondisi tidak memungkinkan, sempat mengangkat telepon dari Om Jay yang menanyakan lokasi dan memberitahukan sedang mengadakan acara baker ikan bersama rekan-rekan pekerja bersepeda. Dengan kecepatan rata-rata 10 km/jam saya lalui tanjakan yang ada hingga pada pukul 22.00 WIB berhenti untuk makan malam di sekitaran terminal Lumajang setelah menikmati jalan berkontur turunan. Dua gelas the panas dan sepiring nasi lalapan dengan lauk rempelo ati ayam ludes sudah menghabiskan Rp. 8.000 saja. Setelah 2 batang rokok terbakar, perjalanan berlanjut dengan target Kabupaten Jember sebagai tempat peristirahatan. Namun apa mau dikata, kelelahan begitu mendera hingga terasa pada kendali sepeda yang mulai tidak teraah saat memasuki Jatiroto. Mungkin juga karena kondisi jalanan yang gelap tiada penerangan pulalah yang membuat saya memutuskan berhenti di depan SDN 2 Jatiroto untuk sejenak beristirahat dipinggiran jalan berteduh pada pos jaga masyarakat sekitar. Sepeda saya parker dengan tidak lupa mengunci dan menggunakan matras sebagai alas tidurnya. Sulit sekali rasanya tidur nyenyak, selain tubuh yang terasa pegal linu, suara kendaraan bermotor yang lalu-lalang seringkali disertai klakson, tiba-tiba tempat istirahat saya didatangi oleh 2 orang yang awalnya saya pikir warga sekitar. Namun ternyata warga Sampang Madura yang tersasar dan kemalaman mencari alamat sanak saudaranya, waktu saat itu menunjukkan pukul 01.15 WIB.
Kamis, 01 Januari 2009
Sulitnya terlelap tidur memutuskan saya berangkat mengayuh setelah Shalat subuh. Perlahan dengan pasti bersamaan dengan kayuhan sepeda di pinggiran kali Jatiroto, sinar matahari pagi menyeruak menghangatkan tubuh yang kedinginan diterpa angin berasal dari laju kendaraan bermotor besar di sepanjang jalan. Tanpa disangka, wujud Gunung Argopuro terpampang menyemangati awal tahun 2009 melanjutkan kayuhan sepeda walaupun rata-rata kecepatan hanya berkisar 15 km/jam.
Ada keinginan kuat untuk sarapan pagi, namun sepanjang jalan saya tidak menemui penjual makanan. Sepeda terus saya kayuh hingga tiba di jembatan kembar Tanggul. Di sini saya beristirahat untuk minum dan makan batangan coklat sambil menghisap pelan-pelan rokok.
Setelah puas beristirahat, pada pukul 07.15 WIB perjalanan dilanjutkan melalui Bangsalsari – Rambipuji – Jember yang kontur jalannya terus menanjak memaksa saya berhenti di Jl. Sriwijaya Jember untuk membeli segelas susu segar dicampur telur ayam kampong seharga Rp. 5000. Teriknya panas matahari
Perjalanan berlanjut, tertolong oleh rimbunnya pepohonan di sepanjang jalan Mayang – Silo – Alas Kumitir – Watu Gedong tetap tidak mampu mempercepat putaran roda sepeda kayuh yang saya tunggangi. Hingga Gapura memasuki Alas Kumitir pada pukul 11.50 WIB kecepatan rata-rata putaran roda adalah 8 km/jam. Menapaki Alas Kumitir yang menaik terjal, putaran roda hanya mampu dikisaran 5 km/jam tampa henti hingga pertengahan Alas Kumitir di Watu Gedong saya tiba pukul 14.15 WIB.
Semilir udara dingin menemani saya selama hamper 15 menit beristirahat, disinilah saya menyadari bahwa sarung tangan bersepeda dan pengunci standart/jagang/jagrak sepeda hilang sebelah. Setelah mengecek sepeda, segera saya turuni perbukitan Alas Kumitir. Inginnya laju sepeda dapat sekencang-kencangnya, namun kondisi jalan banyak berlubang sehingga tidak memungkinkan bagi roda sepeda on road. Guncangan begitu terasa di telapak tangan hingga terasa kesemutan walaupun fork telah terbuka dari kuncinya. Perjalanan menuruni perbukitan Alas Kumitir menuju Kali Baru – Krikilan ditempuh dengan kecepatan rata-rata 20 km/jam. Memasuki Glenmore, kontur jalan berfariasi antara turunan dan tanjakan melelahkan hingga Sempu – Kali Kempit.
Waktu menunjukkan pukul 16.05 WIB saat memasuki Genteng dan sempat mampir ke tempat adik dari Mbah saya. Perjalanan dilanjutkan menuju Gambiran Jajag dengan jalan menurun hingga saya tiba di rumah adik saya pada pukul 17.25 WIB. Sampai disana saya langsung membongkar barang bawaan untuk kemudian membersihkan diri dari debu serta kotoran yang menghinggapi tubuh dan berganti pakaian bersih. Saat=saat seperti inilah rasa senang begitu meluap-luap mengalahkan lelahnya yang tiada terkira.
Jum’at 02 januari 2009
Bangun dari tidur sangat terasa beberapa bagian tubuh sakit, linu, ngilu dan pegal-pegal. Terutama lengan beserta engselnya dan kaki beserta engselnya. Jadi setelah shalat Jum’at di lokasi SMUN Gambiran, datanglah seorang wanita setengah baya untuk melakukan pijatan. Pijatannya lama, geli bercampur sakit rasanya karena tidak terbiasa dipijat. Bahkan sempat di kerokin menggunakan uang logam lima ratusan di punggung belakang dan sekitar kaki yang linu-linu.
Emang sih, rasa capek dari bersepeda jarak jauh hilang tapi berganti dengan rasa sakit dan perih setelah dipijat. Hari ini saya lalui dengan konflik fikiran apakah akan melanjutkan perjalanan pulang ke
Sabtu, 03 Januari 2009
Tiba-tiba masuk pesan singkat dari rekan-rekan GSS Leces yang menanyakan kapan berangkat pulangnya dan om Hudha akan menghubungi Cycloholic di Paiton untuk membantu saya mendapatkan tempat transit. Kembali goyah pemikiran saya, tidak tenang rasanya karena merasa sanggup untuk menjalaninya. Pergulatan bathin terjadi, sifat naluriah saya yang eksestensialis mengedepan meninggalkan rasionalitas.
Tetapi akhirnya saya tetap pada pendirian untuk kembali ke
Perkiraan saya, malam hari merupakan saat yang tepat untuk menggunakan transportasi umum saat ingin kembali membawa sepeda full bike. Setelah membongkar sekaligus mempacking beberapa komponen sepeda seperti; ban depan+belakang, fender, serta handle bar saya beristirahat. Malam hari pukul 22.30 WIB saya menuju terminal Jajag dengan membawa barang bawaan yang banyak seperti 2 buah tas ransel @ 25 kg, frame, dan ban sepeda. Semua barang tersebut saya masukkan ke belakang Bagasi Bus AKAS yang ongkosnya Rp. 39.000 + Rp. 10.000 untuk kernetnya seorang supaya mau membantu memasukkan dan mengeluarkan barangnya.
Selama diperjalanan sempat saya mengingat kembali betapa berat dan sulitnya route yang saya tempuh khususnya dari Jember menuju Banyuwangi. Ya, saya menghitung terdapat 6 Kabupaten yang saya lalui dengan sepeda kayuh.
Minggu, 04 Januari 2009
Pukul 04.30 WIB saya tiba di terminal Bus Bungur Asih, langsung dikerumuni banyak orang karena terlihat aneh dengan barang bawaannya. Saya langsung merakit kembali beberapa bagian sepeda yang saya bongkar langsung di terminal itu. Banyak yang berkomentar tentang sepeda saya bahwa pasti ini mahal. Bahkan ada yang mencoba-coba untuk memakai helm sepeda.
Mereka, orang-orang di terminal juga membantu saya saat memasang kembali bagian-bagian sepeda untuk dapat di kayuh kembali, terima kasih ya Pak ucap saya saat meninggalkan terminal Bungur Asih menuju rumah di PWI II Blok LL-14. Ternyata, saat memasang ban depan saya tidak cukup telaten dan teliti karena saatdi kayuh terlihat posisi fork di belakang dan rem belakang belum terpasang.
Belajar dari Pengalaman (Leasson Learn)
1. Kurang menjadwalkan latihan mengayuh sebelum berangkat,
2. Tidak menghitung secara detail kendala serta hambatan yang akan dihadapi dalam perjalanan,
3. Angin dan kendaraan bermotor kecil dan besar sungguh membahayakan merupakan subyek factor yang harus di waspadai,
4. Hambatan fisik terutama di kaki, seharusnya disiasati dengan menggunakan Dekker,
5. Lelah mudah melupakan kegiatan lainnya, seperti mencatat dan membuat dokumentasi.
Ucapan Terima Kasih saya sampaikan kepada :
1. Allah SWT
2. Ibunda,
3. Istri ku,
4. Anakku,
5. Mertua ku,
6. Adik dan keluarga,
7. Mas Achmad Basori,
8. Mas Hadi Susanto,
9. Mas Budi T&T,
10. Mas Arifin,
11. Mas Surya,
12. Mas Dewanto,
13. Mas Mahesa,
14. Mbak Gita,
15. Mbak Tia,
16. Dan banyak lainnya yang saya tidak sempat sebutkan karena peran serta partisipasinya.
Yang pasti dan sedang akan diagendakan adalah :
“PERJALANAN JARAK JAUH MELINTASI JALUR PANTAI UTARA JAWA TIMUR”
Narasi diatas merupakan hasil perjalanan saya "jengkol" yang gagal kembali ke Surabaya dengan bersepeda melalui jalur utara.
BalasHapusom jeng memang luar biasaa... hal ini adalah milestone penting sepanjang perjalanan karir bersepeda om jeng.. semoga di waktu yang mendatang, om jeng semakin semangat bersepeda..
BalasHapusoya om, sebenernya visi dan misi om jeng dalam bersepeda jarak jauh apa nih?